Laman

Rabu, 30 Januari 2013

Harapan Saat Memakai Toga

sumber

Jika sudah menjadi mahasiswa apa yang terpikir dalam benak seseorang? Sarjana bukan? Sebuah kelulusan. Cerita saat memakai toga, berharap menjadi cumlaude, disambut oleh mahasiswa-mahasiwi adik tingkat, diarak oleh mereka dengan berbagai perayaan? Ya! Benar. Pasti itu yang terpikir. Sebentar, ada lagi. Tak akan bisa dilupakan. Foto bersama keluarga dengan background rak buku dengan berbagai warna.

Beberapa bulan yang lalu, saya bersama teman-teman mengarak kakak-kakak tingkat jurusan Teknik Telekomunikasi yang telah dinyatakan sebagai Sarjana Sains Terapan memutari kawasan ITS dengan menggunakan motor, mobil terbuka, dan kereta kelinci. Kebanggaan yang sungguh luar biasa pada mereka yang sudah lulus. Saya ingin seperti mereka, insyaallah sekitar 3.5 tahun dari sekarang. Semoga terealisasi.

Setelah perayaan tersebut selesai, kami kembali ke kampus. Kembali beraktivitas selayaknya mahasiswa lain untuk mengikuti mata kuliah selanjutnya. Tapi mata tak mau terlepas dari kebahagiaan yang terpancar dari raut wajah kakak tingkat kami. Mereka berdatangan bersama keluarga, bersama saudara-saudara mereka. Memakai kebaya, memakai jas, dan memakai toga.

Imajinasi saya meloncat liar. Membayangkan saya seperti mereka. Memakai toga. Sebuah kebanggaan tersendiri karena sudah mencapai garis finish dari suatu babak. Suatu kebahagiaan, namun juga suatu kesedihan.

Saat saya sudah menjadi sarjana pasti saya akan menangis. Tangis bahagia pasti ada. Tapi juga akan ada tangisan yang benar-benar menyayat hati. Tak ada kelengkapan sekitar 3.5 tahun nanti disaat saya dinyatakan sebagai Sarjana. Tak akan ada pelukan hangat dari seorang ibu, tak akan ada kecupan kasih sayang dari ibu untuk anaknya, tak akan ada salam penghormatan dari anak untuk malaikatnya, ibu. Hanya ada pelukan dari ayah dan adik.

Tak ada ibu yang menemani kami berfoto bersama. Disebelah kiri dan kanan hanya terdapat ayah dan adik saya. Ya, nanti kami akan berfoto bertiga, bukan berempat. Tapi, mungkin saja nanti ibu akan datang, mengucap selamat dari dekat yang hanya bisa saya rasakan kedatangannya namun tak dapat saya sentuh. Pasti beliau akan tersenyum. Pasti beliau akan bangga pada putri yang sering kali membuat beliau kecewa.

Ibu, datanglah nanti disaat saya sudah menjadi Sarjana. Saya sangat mengharap kedatangan ibu. Mengharapkan ucapan selamat yang tidak dapat saya dengar. Biarkan saya mencium aroma ibu saat ibu datang di perayaan Sarjana saya. Tampakkan diri sejenak walau hanya 3 detik dengan wajah tersenyum bangga. Peluklah saya walaupun pelukan itu tak dapat saya rasakan. Berjanjilah untuk datang saat saya telah mencapai titik akhir perkuliahan nanti.

Saya menulis cerita ini bukan untuk mencari perhatian ataupun mengharap belas kasihan dari orang-orang sekitar. Saya menulis ini untuk mengungkap kerinduan. Salah satu media yang sepertinya dapat menyatukan saya dengan semua orang yang mempunyai kemiripan cerita kehidupan. Media untuk mendekatkan saya pada rasa syukur, pada ketabahan, dan pada keikhlasan.

Untuk kesekian kalinya saya menulis untuk seseorang yang sangat saya rindukan. Seseorang tersebut tidak akan pernah kembali ke dunia saya. Ke dunia kita. Tapi masih ada kemungkinan jika nanti kami berjodoh di akhirat. Semoga saja. Sebab saya sangat merindukan beliau. Beliau pergi saat saya sudah diterima di Politeknik. Politeknik Elektronika Negeri Surabaya, yang lebih dikenal PENS atau EEPIS bagi orang-orang di luar Indonesia. Terimakasih ibu sudah membiarkan saya melanjutkan ke Teknik Telekomunikasi, bukan Kedokteran. Terimakasih ibu sudah menerima keputusan saya. Saya tak akan melupakan senyuman ibu di Rumah Sakit saat ibu mengucap syukur karena saya sudah diterima di bangku kuliah.


Peluklah saya saat nanti menjadi sarjana.
Datanglah dan wujudkan diri dengan senyuman hangat.
Terimakasih, Ibu.

4 komentar:

  1. Again and again i love your story dear :)
    terima kasih sudah bercerita. Cerita saya kurang lebih mirip denganmu, hanya saya kini masih berharap, berharap setidaknya masih bisa 1 kali lagi merayakan Idul Fitri bersama.

    BalasHapus
  2. amin ya robbal alamin. semoga harapan itu bisa jadi nyata. terima kasih juga sudah membaca cerita-cerita saya :)

    BalasHapus
  3. Kok aku baca ini (lagi), masih nyesek ya, Bes :"

    BalasHapus

Tinggalkan jejak sesuai cerita diatas. Semoga bermanfaat.

And thanks for your visiting! :)