"We
live not to do everything. We live to do something and make it amazing.”
Tak
perlu melakukan segala hal untuk mengubah keadaan. Dengan melakukan satu hal,
sebenarnya kita dapat melakukan perubahan ke arah yang lebih baik. Bersama komunitas
1000 Guru Surabaya, kami tergabung dalam Traveling and Teaching 8 (TnT #8). SDN
Ngepung 1 Nganjuk adalah tujuan kami. Tanggal 1 april kami berangkat di
Surabaya dan dijadwalkan tanggal 2 akan melakukan teaching. Lalu berlanjut tanggal 3 melakukan traveling di
daerah tersebut.
Apa yang membuat
saya tertarik untuk mengikuti kegiatan ini?
Pertama,
saya ingin menjadi manusia yang bermanfaat untuk lingkungan dan orang-orang di
sekitar saya. Walau tak banyak yang bisa saya lakukan, tapi paling tidak saya mau
mencoba untuk memberi manfaat untuk lingkungan dan orang lain di sekitar saya.
Kedua,
saya sangat menyukai anak kecil. Melihat tawa mereka, bermain bersama mereka,
bercanda dengan mereka adalah hal sangat sederhana yang ingin terus saya
rasakan.
Ketiga, apalagi kalau bukan ada embel-embel traveling-nya. Hampir setiap hari begulat dengan tugas di perkuliahan membuat saya ingin mencari pelarian, yaitu berwisata menikmati alam yang Tuhan suguhkan.
Perjalanan dimulai.
1
April 2016 jam 19.00 kami mulai berkumpul di pelataran Graha Pena. 4 tim 1000
guru, 11 relawan pengajar, dan 2 dokumentator memulai perjalanan jam 21.30 untuk
menuju desa Sumbermiri, Nganjuk. Di perjalanan, kami menikmati waktu untuk
mengenal satu sama lain dengan berbagi cerita dan tawa. Sekitar jam 02.00 kami
sampai di tempat tujuan setelah membelah hutan di tengah malam. Desa tersebut
cukup berada di pelosok. Udara
di sana cukup dingin tapi tak membuat semangat kami luntur untuk memulai
kegiatan di esok hari. Beberapa jam sebelum kegiatan dimulai, kami
mengistirahatkan badan sejenak di Balai Desa setempat.
Teaching.
Jam
05.00 waktu setempat, kami sudah mulai mempersiapkan dan memastikan semua sudah
OK. Mulai dari alat tulis dan perlengkapan sekolah yang akan dibagikan, balon
warna-warni yang cukup untuk menyalurkan tawa mereka, serta mengenyangkan perut
dengan sarapan a la masyarakat Nganjuk. Satu yang unik, walau kami akan
melakukan teaching, tapi kami tak mandi. Biarlah bau badan itu menyebar dan
ikut meramaikan kegiatan pagi itu. Ha ha.
Sekitar
jam 06.30, kami mulai meramaikan SDN 1 Ngepung. Menanti adik-adik yang akan
kami ajak bermain satu sampai dua hari ke depan.
Jumlah
murid di sana cukup sedikit, yaitu 43 siswa dari kelas 1 sampai kelas 6. Walau jumlah
mereka tak banyak tapi semangat mereka tak pernah habis untuk menuntut ilmu. Ada
yang berjalan kaki, ada yang naik sepeda, ada yang diantar orang tuanya, pun ada
pula yang menempuh kilometer yang tak sedikit untuk sampai di sekolah tersebut.
Mereka sedikit beruntung karena sekolah yang mereka pakai untuk merekam mimpi
masih terbilang baik. Tetapi fasilitas yang ada bisa dikatakan tak cukup baik. Terdapat
2 kelas yang disekat agar 4 kelas bisa belajar (sedikit) nyaman.
Setelah
semua guru dan murid tiba, kegiatan dimulai dengan sambutan dari kepala
sekolah, tim 1000 guru, pengenalan guru dan relawan. Dilanjutkan dengan ice breaking untuk memompa semangat
adik-adik. Kegiatan mengajar dimulai dengan membagi 2 relawan setiap kelas.
Materi yang diberikan dikemas sedemikian rupa untuk menarik perhatian adik-adik
dan agar membuat mereka tak bosan. Selain itu juga diperkenalkan mengenai
cita-cita agar mereka tahu bahwa cita-cita yang dapat diraih itu sangat luas. Mulai
dari guru, polisi, engineer, atlet, aktivis lingkungan, kopasus, dll.
Perkenalkan, Galih Si Ramai.
Kali pertama
bertemu anak ini, saya langsung tertarik. Dia begitu ramai dan periang. Ada
saja tingkah polah yang ia cipta hingga mengocok perut kakak-kakak volunteer
yang datang ke sekolahnya. Walau banyak polah yang kadang membuat semua orang
geleng-geleng kepala tapi hatinya tulus. Hal yang paling saya ingat adalah
ketika barang tertinggal di kelas dan kelas sudah terkunci, dengan suka cita
dia pergi ke rumah temannya yang begitu jauh untuk meminjam kunci kelas. Ah,
anak kecil di sana masih polos. Mereka masih “suci” belum ternoda dengan
kecanggihan teknologi. Belum ternoda dengan kehidupan seperti anak yang ada di
kota sekarang. Mandiri. Periang. Tak manja.
Adalah Ragil. Si Kecil yang Memiliki Semangat Luar Biasa.
Dia Ragil. Salah satu siswa di SDN Ngepung 1, Nganjuk yg memiliki mimpi
menjadi tentara. Dia salah satu siswa yang sangat bersemangat untuk menuntut
ilmu. Berangkat ke sekolah jam 6 pagi dengan berjalan kaki, menempuh jarak 4-6
km setiap harinya. Sayangnya di sini adalah daerah yg sangat berbeda jauh
dengan Surabaya atau perkotaan lainnya. Menempuh jarak sebegitu panjangnya
dengan berjalan kaki tentunya bukan perkara mudah untuk seorang adik seumuran
dia. Belum lagi jalan yg menanjak dan menurun curam. Ia rela membelah hutan
untuk menciptakan khayal, mencipta mimpi, dan merealisasikan mimpi menjadi
tentara.
Usai Teaching.
Seusai berbagi dengan adik-adik,
kami menghabiskan waktu untuk menikmati kedamaian desa itu dengan mengobrol
sana-sini, menyeduh teh, dan menunggu matahari bersemayam. Keramaian ternyata
tak berhenti ketika kami keluar dari sekolah itu. Ternyata mereka menyusul kami
ke Balai Desa untuk mengenalkan kepada kami, seperti apa desa Sumbermiri.
Maskot kecil kami (re: Galih) ikut meramaikan perjalanan sore itu. Bersama adik-adik
yang lain, kami mengelilingi desa di tengah hutan tersebut. Ada saja hal yang
mereka ceritakan, mulai dari tempat-tempat horor di desa itu, hewan-hewan yang
mendiami hutan di sekeliling desa, dll.
Malam hari pun ternyata keramaian
masih tercipta. Mereka membawa lebih banyak pasukan untuk meramaikan Balai Desa.
Menyanyi, bergoyang, bersepeda, bercerita, dan hal-hal kecil lain yang kami
lakukan malam itu. Dengan melihat mereka malam itu, rekaman memori di otak saya
terbuka, teringat akan segala polah saya ketika masih hidup di bawah kaki
gunung Ponorogo. Tawa dan keramaian mereka sepertinya sangat sulit untuk
ditemukan di perkotaan. Hal kecil seperti itulah yang sangat ingin saya rasakan
ketika berada di daerah yang sangat jauh dari perkotaan.
Usai bercanda dan bercerita
bersama adik-adik, kami merapatkan barisan untuk mengenal satu sama lain antara
tim dan relawan. Menceritakan sisi kehidupan kami yang belum diketahui satu
sama lain dan hal apa yang membuat kami akhirnya berada dalam tempat dan waktu
yang sama.
Volunteer Teromantis TnT #8
Apa yang kamu rasakan ketika
menemui 2 sepasang suami istri yang masih romantis setelah 7 tahun usia
pernikahan mereka? Nelangsa? Apalagi kamu masih jauh dari bau-bau jodoh bakal
datang. Ha ha.
Adalah kak Asafril dan kak Sarah.
Satu dosen di UNAIR dan satu lagi dosen di UPN Veteran Jawa Timur. Berbekal cerita
yang beredar kala itu, kami berusaha menggali informasi mengenai mereka berdua.
Dan benar, mereka adalah pasangan suami istri yang membuat kami para “penyendiri”
ber-WOW dengan cerita kehidupan yang mereka suguhkan. Malam itu, berbagai pertanyaan
meluncur dari mulut kami. Bagaimana mereka mengenal satu sama lain? Bagaimana cara
kak Saf mendekati kak Sarah? Bagaimana kak Saf melamar kak Sarah? Bagaimana
akhirnya mereka mampu membangun rumah tangga dengan segala ketidakmudahan? Malam
itu, kami para pencari pasangan dibuat lumpuh dengan perjuangan yang mereka
ciptakan. Malam itu kami belajar satu sama lain mengenai kehidupan.
Traveling.
Hari kedua kami habiskan dengan traveling. Grojogan Dhuwur adalah tujuan
kami. Perjalanan kami tempuh dengan berjalan kaki karena wisata alam tersebut
berada di desa yang sedang kami kunjungi. Beramai-ramai kami pergi ke sana
dengan beberapa adik-adik yang setia mendampingi kami. Perjalanan terasa asik
walau terik mulai memperlihatkan keangkuhan. Jalan menuju Grojogan Dhuwur tak
begitu mudah. Terdapat berbagai tanjakan yang cukup curam. Terkadang juga
ditemui jurang di kanan atau kiri sisi jalan.
Hutan lebat, pohon tinggi
menjulang, langit biru, dan air biru menyambut kedatangan kami. Air terjun di
sana masih sangat alami. Belum ada tanda-tanda kerakusan manusia yang
mengatakan dirinya pecinta alam tapi ternyata berbuat semena-mena terhadap
alam.
Asiknya, air terjun di sana
bertingkat-tingkat. Kaki kami dibuat bergerak terus untuk mencapai puncak
tertinggi dari air terjun tersebut. Berjam-jam kami habiskan waktu untuk
berendam, berteriak, meloncat, mengabadikan momen dengan jepretan kamera,
terdiam menikmati sejuknya alam di sana, dll.
Tak terasa ternyata matahari
sudah berada tepat di atas kami, pertanda harus segera kembali untuk berkemas
dan kembali ke kesibukan yang sudah menunggu.
Perjalanan ini mengajarkan kami
untuk berbagi, untuk selalu bersyukur, untuk melihat dan merasakan kondisi
saudara-saudara kita di wilayah lain, untuk membuka mata kita bahwa pendidikan
di Indonesia masih berproses ke arah yang lebih baik lagi.
Menjadi relawan itu panggilan hati. Tak semata hanya kepuasaan materi.
Semangat untuk terus berbagi walau dengan sedikit ilmu yang kita miliki. Kelak semoga
kita masih diberi kesempatan untuk bertemu kembali, kakak-kakak. Akan ada rindu
yang saya kemas untuk kalian.
Cerita pendek dari partner saya, Niko Maqbulyani.
Aku kemarin juga daftar, Bes, tapi belum rejeki ya kayaknya :")
BalasHapusPengen deh next time pengen daftar lagi *kodekeraslolosinguebes :v
Haha, sayangnya aku bukan selektornya, Hap. Cobalah ikut KI Surabaya. Pendaftaran masih dibuka kok.
HapusBahagia banget yaa
BalasHapusIya, kak. Bareng adik-adik seperti mereka selalu membuat bahagia. :)
HapusBahagia banget yaa
BalasHapusagen poker
BalasHapus