Laman

Jumat, 31 Agustus 2012

rintihanmu

Rintihan hujan terdengar sampai masuk ke telingaku. Aku terbangun tepat jam 12 malam karena sebuah mimpi beterbangan secara leluasa. Aku mendengar dia merintih seperti rintihan hujan yang ku dengar saat ini.

Ronarena: hei you, how are you in heaven?
Ting!
@Ronarena plis rona. Dia uda pergi. Jgn nyakitin diri sendiri.
@berlian25 km ngomong gt krn km gk pernah ngrasain!!
@Ronarena gk peduli ak prnh ngrasain atau gk. Yg ak mau cm km jgn kyk gini lagi.

@berlian25: percuma ngarepin orang yang udah bertahun-tahun gak ada. Hidup itu k depan!! Bkan k belakang!!

“Hhh, nyindir nih ceritanya? Terserah deh!! Bertahun-tahun kek. Berabad-abad kek itu bukan urusan kamu!!”
-o-o-o-

Senja ini mengingatkanku akan kehadiranmu. Di saat kau berlarian bersama anak-anak pantai membawa balon dengan berbagai warna. Keceriaan menghiasi wajah mereka dan juga wajahmu. Tapi, aku melihat sesuatu yang lain di matamu. Ada kegugupan disana. Ada apa denganmu?
“Rona, maukah kamu menemani kesendirianku?”
Indah. Itu yang ku rasa saat dia merealisasikan mimpiku. Mimpi yang selama ini ku inginkan akhirnya terwujud sudah. Anugrah baru telah ku dapatkan.
-o-o-o-


Aku menikmati mimpi yang baru saja tercipta dari tangan Tuhan yang indah. Kau berdo’a dengan caramu dan aku berdo’a dengan caraku. Kita saling berdo’a untuk hubungan kita yang tergolong baru. Kau menghargai agamaku dan aku juga menghargai agamamu. Di saat kau pergi ke gereja, aku tak mengganggumu sedetik pun. Begitu juga dengamu. Saat aku sholat dan mengaji tak pernah sekalipun kau mengganggu dan mengajakku menikmati duniaNya. Betapa indahnya saling menghargai suatu perbedaan. Andai saja dunia selalu damai seperti ini. Pasti indah.
Satu tahun, dua tahun, tiga tahun hubungan kita tetap terjalin dengan baik. Tepat saat hari ulang tahunku setelah hubungan kita berjalan 3 tahun, kau tak datang. Tiba-tiba kau menghilang. Dimana kamu? Aku gelisah, aku tak tahu apa yang sebaiknya ku perbuat. Berlari dan mencarimu? Kemana aku harus mencari? Handphone milikmu sudah aku hubungi berkali-kali tapi yang ada hanya suara wanita yang mendayu-dayu. Menghubungi telepon rumahmu? Sudah aku lakukan berkali-kali juga.
Besoknya aku datang ke rumahmu. Namun, yang ku temukan hanyalah nyanyian anjing yang ditinggalkan sang pemilik. Kemana sebaiknya aku mencarimu? Aku hampir putus asa mencarimu kesana kemari. Sampai suatu hari, datanglah seseorang yang membawa sepucuk surat. Namun ceritaku kali ini tak seperti cerita di televisi. Bukan sepucuk surat dan seuntai mawar merah. Tak ada alamat yang tertera disana. Tapi tunggu! Aku menemukan namanya disana setelah hampir 2 minggu aku tak mengetahui bagaimana keadaanmu.
Ku buka amplop berwarna putih dengan tak sabar. Ada secarik kertas yang di atasnya terdapat goresan indah tangannya. Namun, disana hanya ada beberapa kalimat yang tertera. Tak urung itu membuatku sedih.
Maaf tiba-tiba aku menghilang tepat di hari specialmu. Aku pergi bukan tanpa alasan. Percayalah dalam waktu dekat ini aku akan kembali. Jangan pernah mengkhawatirkan keadaanku, sebab disini aku dalam keadaan sangat baik. Khawatirkan dirimu sendiri karena semakin hari kamu semakin tak berdaya menghadapi hidup yang telah dianugerahkan oleh Tuhan. Aku sudah menitipkanmu pada Tuhan. Tuhan akan selalu menjagamu. Melebihi saat Dia menjagaku.

Raffi

Sekarang bagaimana aku harus membalas surat itu? Tak ada alamat yang tertera disana. Otakku terlalu keruh untuk memikirkan segala hal tentangnya. Tapi surat itu juga sedikit membuat ku lega, terlebih lagi jika dia datang.
Semoga kau memang baik-baik disana. Bagaimanapun keadaanmu, semoga kau selalu dilindungi oleh-Nya. Percayalah, aku akan disini menantimu sampai kau datang kembali bersama senyuman yang tak pernah hilang dari bibirmu.
-o-o-o-
Beberapa hari ini ada perasaan yang janggal. Rasanya hatiku perih seperti pedang menancap di ulu hati seseorang. Mungkinkah ini ada hubungannya dengan Raffi? Sudah hampir 1 bulan semenjak surat putih itu datang tak ada kabar lagi darinya.
“Kau sudah berjanji dalam waku dekat akan menemuiku. Mana buktinya? Hanya janjikah yang bisa kau berikan?”
Hidupku rasanya hanya penuh dengan garam, asam. Sedikitpun tak ada gula yang menyebabkan hidupku menjadi manis. Seperti bus tanpa penumpang, seperti gitar tanpa senar. Kosong. Ditinggal pergi oleh seseorang yang sangat kita cintai seperti kehilangan separuh nyawa dari dalam diri kita.
“Ya Allah, tolong kembalikan dia ke hadapanku secepat mungkin dengan keadaan yang sangat baik. Semoga tak ada hal buruk yang menghampirinya. Jaga dia Ya Allah. Hanya kepadaMu lah hamba meminta dan hanya kepadaMu lah hamba memohon.” Do’a itulah yang selalu ku panjatkan untuknya di saat aku bersujud pada sang Kuasa.
-o-o-o-
Aku melirik benda yang ada di sampingku. Sebuah handphone tergeletak tanpa permaisuri, mendendangkan suaranya ditemani rintihan hujan lebat yang tak mau berhenti.
Baru saja aku bertemu dengannya 5 jam yang lalu tepatnya jam 10. Aku menemani dia di sepinya rumah sakit. Dia terbaring akibat kanker otak yang dia derita beberapa bulan ini. Aku tak pernah berhenti memanjatkan do’a untuk kesembuhannya. Semoga Allah mendengarkan do’aku.
Beberapa hari yang lalu, aku mengetahui bahwa ternyata dia tergeletak lemah di atas tempat tidur di rumah barunya yang diubah seperti rumah sakit kecil. Banyak peralatan yang menemaninya. Namun, sejak jam 10 pagi dia di pindah ke rumah sakit karena keadaannya semakin memburuk. Bahkan ini bisa dibilang keadaan paling buruk selama dia mendapat cobaan baru dari Tuhan. Aku seperti manusia bodoh dan tak berguna karena baru mengetahui ternyata dia mengidap kanker otak. Padahal sudah hampir 4 tahun aku menjalin hubungan dengannya.
-o-o-o-
Setelah aku terbangun, aku tak bisa melanjutkan tidurku. Mata rasanya ingin terlelap tapi hati ingin tetap terjaga. Kenapa perasaan aneh ini datang kembali? Masih inginkah dia menghancurkan hidupku lagi?
Tepat jam 5, handphone ku bergetar. Nomor tak dikenal!! Siapa?
Aku segera bangkit dan menuju rumah sakit tempat dia dirawat.
-o-o-o-
 Setelah 15 menit aku menempuh perjalanan akhirnya sampai juga di rumah sakit Premier. Aku melihat adiknya berada di ujung lorong. Kakiku serasa ingin berlari melihat ada gelagat yang tak jelas yang ditimbulkan oleh adiknya.
“Dek, gimana keadaannya kak Raffi sekarang?” Tanyaku dengan penuh hati-hati. Ku tunggu jawaban darinya namun dia hanya menggerakkan kepala ke arah pintu yang ada di depanku. Aku kembali melihat wajahnya. Ada air mata disana.
Apa yang sebenarnya terjadi? Segera ku hampiri kamar no 25. Ku buka pintu dengan perlahan agar tak mengganggu seseorang yang terbaring disana. Sedetik kemudian air mata tumpah tanpa bisa ditunda. Segala peralatan sudah lenyap dari badannya. Alat pendeteksi detak jantung juga sudah tak bekerja. Dia sudah selesai  melaksanakan tugasnya dan seseorang yang selama ini bersamaku sudah terbang ke surga. Ku peluk dia untuk terakhir kalinya. Dingin. Semoga kau bahagia disana. Semoga kelak kita akan dipertemukan kembali.
“Tuhan, ampuni segala dosa-dosanya. Terimalah semua amal ibadahnya. Berikan dia tempat terindah di sampingMu. Amin.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tinggalkan jejak sesuai cerita diatas. Semoga bermanfaat.

And thanks for your visiting! :)