Rintihan hujan terdengar sampai
masuk ke telingaku. Aku terbangun tepat jam 12 malam karena sebuah mimpi
beterbangan secara leluasa. Aku mendengar dia merintih seperti rintihan hujan
yang ku dengar saat ini.
Ronarena: hei you, how are you in heaven?
Ting!
@Ronarena plis rona. Dia uda pergi. Jgn nyakitin
diri sendiri.
@berlian25 km ngomong gt krn km gk pernah ngrasain!!
@Ronarena gk peduli ak prnh ngrasain atau gk. Yg ak
mau cm km jgn kyk gini lagi.
@berlian25: percuma ngarepin orang yang udah bertahun-tahun
gak ada. Hidup itu k depan!! Bkan k belakang!!
“Hhh, nyindir nih ceritanya? Terserah deh!!
Bertahun-tahun kek. Berabad-abad kek itu bukan urusan kamu!!”
-o-o-o-
Senja ini mengingatkanku akan kehadiranmu. Di saat kau berlarian bersama anak-anak pantai
membawa balon dengan berbagai warna. Keceriaan menghiasi wajah mereka dan juga
wajahmu. Tapi, aku melihat sesuatu yang lain di matamu. Ada kegugupan disana.
Ada apa denganmu?
“Rona, maukah
kamu menemani kesendirianku?”
Indah. Itu yang
ku rasa saat dia merealisasikan mimpiku. Mimpi yang selama ini ku inginkan
akhirnya terwujud sudah. Anugrah baru telah ku dapatkan.
Aku
menikmati mimpi yang baru saja tercipta dari tangan Tuhan yang indah. Kau
berdo’a dengan caramu dan aku berdo’a dengan caraku. Kita saling berdo’a untuk
hubungan kita yang tergolong baru. Kau menghargai agamaku dan aku juga
menghargai agamamu. Di saat kau pergi ke gereja, aku tak mengganggumu sedetik
pun. Begitu juga dengamu. Saat aku sholat dan mengaji tak pernah sekalipun kau mengganggu
dan mengajakku menikmati duniaNya. Betapa indahnya saling menghargai suatu
perbedaan. Andai saja dunia selalu damai seperti ini. Pasti indah.
Satu
tahun, dua tahun, tiga tahun hubungan kita tetap terjalin dengan baik. Tepat
saat hari ulang tahunku setelah hubungan kita berjalan 3 tahun, kau tak datang.
Tiba-tiba kau menghilang. Dimana kamu? Aku gelisah, aku tak tahu apa yang
sebaiknya ku perbuat. Berlari dan mencarimu? Kemana aku harus mencari?
Handphone milikmu sudah aku hubungi berkali-kali tapi yang ada hanya suara wanita
yang mendayu-dayu. Menghubungi telepon rumahmu? Sudah aku lakukan berkali-kali
juga.
Besoknya
aku datang ke rumahmu. Namun, yang ku temukan hanyalah nyanyian anjing yang
ditinggalkan sang pemilik. Kemana sebaiknya aku mencarimu? Aku hampir putus asa
mencarimu kesana kemari. Sampai suatu hari, datanglah seseorang yang membawa
sepucuk surat. Namun ceritaku kali ini tak seperti cerita di televisi. Bukan
sepucuk surat dan seuntai mawar merah. Tak ada alamat yang tertera disana. Tapi
tunggu! Aku menemukan namanya disana setelah hampir 2 minggu aku tak mengetahui
bagaimana keadaanmu.
Ku
buka amplop berwarna putih dengan tak sabar. Ada secarik kertas yang di atasnya
terdapat goresan indah tangannya. Namun, disana hanya ada beberapa kalimat yang
tertera. Tak urung itu membuatku sedih.
Maaf tiba-tiba aku menghilang tepat
di hari specialmu. Aku pergi bukan tanpa alasan. Percayalah dalam waktu dekat
ini aku akan kembali. Jangan pernah mengkhawatirkan keadaanku, sebab disini aku
dalam keadaan sangat baik. Khawatirkan dirimu sendiri karena semakin hari kamu
semakin tak berdaya menghadapi hidup yang telah dianugerahkan oleh Tuhan. Aku
sudah menitipkanmu pada Tuhan. Tuhan akan selalu menjagamu. Melebihi saat Dia
menjagaku.
Raffi
Sekarang
bagaimana aku harus membalas surat itu? Tak ada alamat yang tertera disana.
Otakku terlalu keruh untuk memikirkan segala hal tentangnya. Tapi surat itu
juga sedikit membuat ku lega, terlebih lagi jika dia datang.
Semoga
kau memang baik-baik disana. Bagaimanapun keadaanmu, semoga kau selalu
dilindungi oleh-Nya. Percayalah, aku akan disini menantimu sampai kau datang
kembali bersama senyuman yang tak pernah hilang dari bibirmu.
-o-o-o-
Beberapa
hari ini ada perasaan yang janggal. Rasanya hatiku perih seperti pedang
menancap di ulu hati seseorang. Mungkinkah ini ada hubungannya dengan Raffi?
Sudah hampir 1 bulan semenjak surat putih itu datang tak ada kabar lagi
darinya.
“Kau
sudah berjanji dalam waku dekat akan menemuiku. Mana buktinya? Hanya janjikah
yang bisa kau berikan?”
Hidupku
rasanya hanya penuh dengan garam, asam. Sedikitpun tak ada gula yang
menyebabkan hidupku menjadi manis. Seperti bus tanpa penumpang, seperti gitar
tanpa senar. Kosong. Ditinggal pergi oleh seseorang yang sangat kita cintai
seperti kehilangan separuh nyawa dari dalam diri kita.
“Ya
Allah, tolong kembalikan dia ke hadapanku secepat mungkin dengan keadaan yang
sangat baik. Semoga tak ada hal buruk yang menghampirinya. Jaga dia Ya Allah.
Hanya kepadaMu lah hamba meminta dan hanya kepadaMu lah hamba memohon.” Do’a
itulah yang selalu ku panjatkan untuknya di saat aku bersujud pada sang Kuasa.
-o-o-o-
Aku
melirik benda yang ada di sampingku. Sebuah handphone tergeletak tanpa
permaisuri, mendendangkan suaranya ditemani rintihan hujan lebat yang tak mau
berhenti.
Baru
saja aku bertemu dengannya 5 jam yang lalu tepatnya jam 10. Aku menemani dia di
sepinya rumah sakit. Dia terbaring akibat kanker otak yang dia derita beberapa
bulan ini. Aku tak pernah berhenti memanjatkan do’a untuk kesembuhannya. Semoga
Allah mendengarkan do’aku.
Beberapa
hari yang lalu, aku mengetahui bahwa ternyata dia tergeletak lemah di atas
tempat tidur di rumah barunya yang diubah seperti rumah sakit kecil. Banyak
peralatan yang menemaninya. Namun, sejak jam 10 pagi dia di pindah ke rumah sakit
karena keadaannya semakin memburuk. Bahkan ini bisa dibilang keadaan paling
buruk selama dia mendapat cobaan baru dari Tuhan. Aku seperti manusia bodoh dan
tak berguna karena baru mengetahui ternyata dia mengidap kanker otak. Padahal sudah
hampir 4 tahun aku menjalin hubungan dengannya.
-o-o-o-
Setelah
aku terbangun, aku tak bisa melanjutkan tidurku. Mata rasanya ingin terlelap
tapi hati ingin tetap terjaga. Kenapa perasaan aneh ini datang kembali? Masih
inginkah dia menghancurkan hidupku lagi?
Tepat
jam 5, handphone ku bergetar. Nomor tak dikenal!! Siapa?
Aku
segera bangkit dan menuju rumah sakit tempat dia dirawat.
-o-o-o-
Setelah 15 menit aku menempuh perjalanan akhirnya
sampai juga di rumah sakit Premier. Aku melihat adiknya berada di ujung lorong.
Kakiku serasa ingin berlari melihat ada gelagat yang tak jelas yang ditimbulkan
oleh adiknya.
“Dek,
gimana keadaannya kak Raffi sekarang?” Tanyaku dengan penuh hati-hati. Ku
tunggu jawaban darinya namun dia hanya menggerakkan kepala ke arah pintu yang
ada di depanku. Aku kembali melihat wajahnya. Ada air mata disana.
Apa
yang sebenarnya terjadi? Segera ku hampiri kamar no 25. Ku buka pintu dengan perlahan
agar tak mengganggu seseorang yang terbaring disana. Sedetik kemudian air mata tumpah
tanpa bisa ditunda. Segala peralatan sudah lenyap dari badannya. Alat
pendeteksi detak jantung juga sudah tak bekerja. Dia sudah selesai melaksanakan tugasnya dan seseorang yang
selama ini bersamaku sudah terbang ke surga. Ku peluk dia untuk terakhir
kalinya. Dingin. Semoga kau bahagia disana. Semoga kelak kita akan dipertemukan
kembali.
“Tuhan,
ampuni segala dosa-dosanya. Terimalah semua amal ibadahnya. Berikan dia tempat
terindah di sampingMu. Amin.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Tinggalkan jejak sesuai cerita diatas. Semoga bermanfaat.
And thanks for your visiting! :)