Laman

Rabu, 25 Februari 2015

Perpindahan Manis

Selamat malam, Tuan.

Lagi-lagi malam membangkitkan temu untuk kita melalui seulas surat yang entah sampai kepadamu atau tidak. Kamu membaca atau tidak, yang terpenting saya mengabadikan ini. Mengabadikan rindu pada deretan kata yang semoga sedikit menyembuhkan selain sujud yang saya tunaikan dengan menyematkan namamu.

Bagaimana kabarmu, Tuan? Maaf, selalu pertanyaan itu yang terlintas dan memenuhi kepala saya. Saya hanya ingin memastikan kamu baik-baik saja. Masih menjalani hari dengan berkeliling dari satu kota ke kota lain untuk menyelesaikan pekerjaan yang katamu berat itu. Tuan, berat atau tidak pekerjaanmu, saya yakin kamu mampu melewati semua ini dengan baik. Saya yakin kamu mampu menggenapkan keganjilan yang kerap memenuhi setiap inci otakmu. Saya yakin itu, Tuan.

Sudah membaca surat yang saya tulis sebelum ini? Belum? Ah, bacalah terlebih dulu, Tuan. Sebab ini seperti fragmen yang sengaja saya buat untuk membekukanmu. Takutnya ketika kamu membaca ini, kamu tak memahaminya.

Saya mengagumimu seperti yang pernah saya tulis sebelumnya. Menghangatkan, sopan, bersahaja, dan sabar. Tapi ternyata ada banyak hal yang belum saya tulis ketika itu. Ada banyak lekukan kekosongan yang belum saya penuhi. Dan malam ini, saya ingin memenuhi semua itu. Berharap keganjilan yang ada menjadi genap. Utuh. Menjadi satu. Tak terpisah-pisah.

Kamu begitu sederhana, Tuan. Apakah kamu tahu itu? Ajari saya untuk menjadi seperti kamu. Memiliki banyak ilmu namun tetap sederhana. Kaya pengalaman tapi kamu tetap rendah hati. Dan ada satu penilaian yang ternyata salah. Saya kira kamu begitu kaku dan tak banyak berbicara. Tapi ternyata kamu begitu mengasyikan. Mampu mengalirkan perbincangan hingga bermuara dengan manis. Cara bicaramu lugas dan membuat saya ingin berlama-lama membicarakan banyak hal denganmu. Tentang pekerjaanmu, perkuliahanmu yang lalu, perkuliahan yang saya jalani, dan ide-ide gila yang kamu sematkan pada siang itu.

Ah, Tuan. Saya begitu merindukan perbincangan kita. Tawa kita. Menjelajahi satu kota ke kota yang lain. Mencari jalan untuk menemukan jalan yang lain. Bisakah kita mengulangi semua itu kembali?

Bertahanlah di sana, Tuan. Saya yakin kamu sanggup. Saya yakin kamu mampu. Cukup jalani dengan ikhlas dan lapang dada. Tuhan tak mungkin menempatkan kamu pada tempat yang keliru. Tuhan mengertimu, Tuan. Sangat mengertimu.

Sama seperti sebelumnya, saya ingin sedikit bercerita. Kali ini tentang perpindahan. Perpindahan ternyata tak cukup mudah, Tuan. Mm, yang saya maksud adalah semua perpindahan. Perpindahan rumah, pekerjaan, hati, dan lain sebagainya. Kali ini saya mengalami dua karena memang saya belum bekerja. Beda dengan kamu yang sudah berpenghasilan. Tapi pada dasarnya perpindahan itu sama. Pindah rumah, pekerjaan, bahkan hati. Kita harus membereskan hal sebelumnya yang sudah kita atur sedemikian rupa untuk menuju perpindahan ke rumah baru, hati baru, atau pekerjaan baru. Mereka yang telah lalu tetap menjadi kenangan yang tak perlu untuk dihapuskan. Sampai di rumah, pekerjaan, atau pun hati yang baru, harus kita tata ulang. Kita bungkus luka lama tersebut agar tak infeksi dan merawatnya agar luka dapat sembuh walau pada akhirnya berbekas. Begitu juga dengan pekerjaan, selesaikan dulu yang sudah dimulai. Lalu silakan mencari yang baru untuk dimulai lagi, yang sesuai hati, keinginan, dan tak menyita banyak waktu.

Tuan, pada suatu pagi itu tak mungkin saya lupakan. Udara yang begitu segar dibalut dengan hangatnya perbincangan ngalor-ngidul. Pagi yang akan saya nanti kembali untuk menambahkan kekurangan. Untuk mengalikan yang telah terbagi.




Sekian untuk surat malam ini, Tuan.
Berharap kamu membacanya.
Berharap kamu membalasnya.
Tidurlah dengan nyenyak bersama iringan do’a yang saya nyanyikan untukmu.
Saya akan menunggu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tinggalkan jejak sesuai cerita diatas. Semoga bermanfaat.

And thanks for your visiting! :)