Laman

Senin, 25 Agustus 2014

Oh, ternyata begitu dekat

Sumber

Malam ini langit tak seperti langit kemarin. Tak seperti pula langit kemarinnya lagi. Begitu pula seterusnya. Pun awan juga tak seperti kemarin. Hari ini awan seperti ingin menangis. Menahan pedih, entah dia memikirkan apa. Entah apa yang dia pendam. Apakah sebenarnya dia ingin menangis? Tapi tak ada bahu sebagai penyangga?

Malam ini masih seperti malam kemarin. Sudah lama tak sepaham seperti permulaan kemarin di bawah keramaian rintik hujan. Malam ini wanita hujan di bawah kepekatan cahaya langit tertunduk lemah. Kemarin pun juga. Dia pekat seperti awan. Ingin menangis tapi tak tahu harus menangisi siapa lagi. Untuk apa dia menangis lagi. Apa guna lelah memikul ribuan tangis yang tak dapat disampaikan?

Kau yang pernah dibutuhkan sejak hujan beberapa waktu yang lalu sekarang tak (bisa) dibutuhkan lagi. Tahukah kau? Dia memikul tangis dan rindu yang tak dapat ditumpahkan kepadamu. Pikulan itu terasa berat saat kamu ternyata tak dapat memikul rindu bersama-sama lagi. Siapa kamu? Siapa dia? Dia dan kamu sudah tak sama lagi seperti aroma tanah hujan kemarin sore.


“Dia deket sama cewek lain.”


“Ah, kata siapa?”

“Sahabatnya.”

“Aku gak pengen kamu capek-capek nunggu dia gak jelas gini. Jujur kalau kamu balikan lagi sama dia, aku ogah.”

“Aku mutusin dia bukan berarti aku gak sayang dia. Aku di sini tetep jaga hati buat dia. Tapi kenapa dia malah gini?”

“Bisa disimpulin kalo dia emang gak sepenuhnya sayang kamu kan?”

“Berguna gak ya kalo aku jaga hati?” lanjutnya.

Hening…

*****
“Hai.”

Senyum itu masih belum berubah. Begitu juga dengan mata coklat itu. Perilakunya pun tak berubah. Masih saja menyapa dengan sikap jahilnya itu. Tapi kenapa keadaan ternyata malah sudah tak sama lagi?

“Biasa nglamun ya sekarang? Jalan yuk?”

Jalan?

“Eh, iya. Sori lagi sibuk nih. Habis gini mau ngampus. Sori, ya.”

“Asik aja. Mungkin lain kali kamu bisanya,” ucapnya dengan keyakinan yang tak seberapa.

Sebenarnya aku tak ingin melewatkan lembaran hari seperti kemarin yang pernah ku lalui bersamamu. Tapi hati juga tak bisa berdusta. Aku gak mau terjebak di zona abu-abu. Tapi aku masih berjanji dengan aku. Aku masih ingin menjaga hati. Tanpa kamu ketahui. Penolakan itu tak berarti apa-apa dibandingkan hati yang masih ku jaga. Untuk kamu. Mungkin kamu kembali. Mungkin.

*****

Diam-diam ada yang tersakiti. Ternyata ada lelaki yang memperhatikan dia dari jauh. Pengagum yang tak dapat mengungkapkan iri hatinya kepada lelaki hujan itu sebab ternyata wanita hujan lebih memilih untuk menetap. Bukan berbelok dan mencari teman untuk berjalan beriringan bersama penikmat pantai ini.

“Miris. Nungguin dia yang ternyata malah nunggu kekasih lamanya buat kembali.”

“Berusaha sajalah. Kasih waktumu buat dia. Lelaki itu gak bakal bisa ngasih waktu lagi buat dia. Kasih apa yang bisa kamu kasih tapi yang gak bisa dikasih sama lelaki itu. Saat ini.”

 *****

“Hari ini dia ada reuni sekolah. Dan ternyata dia sama lelaki itu. Ngabisin waktu berdua.”

“Berdua? Reuni sekolah apa reuni mantan tuh?” ucapnya berusaha mencairkan suasana pekat.

“Lagi gak mood becanda nih. Bantuin napa biar gak badmood gini.”

“Bisa galau juga ternyata. Udah gak gengsi lagi boy?”

“Garang-garang gini aku juga manusia, lho.”

“Iya. Percaya. Percaya….” Suara tawanya begitu deras membuat lelaki pantai menahan malu sekaligus tawa yang ingin dia tahan tapi ternyata pecah seketika.

“Dih, ketawa juga akhirnya. Hahahaha.”

“Berhasil kan caraku buat bikin kamu gak jutek lagi?” lanjutnya.

Malam ini lelaki penikmat pantai dan wanita penggila senja kembali menelanjangi kerlipan lampu jalan berdua ditemani kesunyian di pojok café. Kebiasaan mereka saat salah satu diantara mereka dalam suasana hati yang tak lazim.

Diam-diam juga ada yang berharap. Tapi tak bisa bertindak. Hanya berusaha membahagiakan seseorang yang ingin dia bahagiakan. Pewarna hidup yang mengolesi barisan tawa dan sakitnya dengan kepedihan lukisan cerita cinta.

*****

“Waktuku udah aku kasih ke dia. Tapi gak ada apresiasi lebih dari aku dan buat aku. Masih ada kekosongan padahal aku udah berusaha buat dia bahagia. Buat dia ketawa. Tapi apa?”

“……”

“Dia ketawa tapi enggak dengan aku. Kamu tahu? Tawaku ternyata kamu.”

“…….”

“Wanita penggila senja, izinkan aku menemanimu menikmati senja bersama. Ternyata orang yang selama ini ku cari adalah dia yang selalu meluangkan senja dan hujannya buatku. Teman minum kopi di pojok café ditemani keremangan cahaya malam.”

Penggila senja tersenyum. Orang yang ingin dia bahagiakan ternyata memang bahagia olehnya. Dan lelaki pantai juga mampu membahagiakannya.


*****

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tinggalkan jejak sesuai cerita diatas. Semoga bermanfaat.

And thanks for your visiting! :)