Jepretan Sendiri |
Aku
enggan kembali. Aku tak mau pergi dari kenyamanan. Aku ingin menetap. Aku malas
untuk maju atau mundur. Aku ingin di sini. Bersama dia, seseorang yang telah
lama terbelenggu akan diriku. Melihatnya, aku tak mau pergi. Karena jika aku
pergi, dia pasti akan sendiri. Tak ada yang menjaga. Tak ada yang menemani.
Kau
tahu? Ia suka sekali menunggu. Entah konsep apa yang ada dalam otaknya sehingga
membuatnya menyukai hal yang menyebalkan bagi kebanyakan orang itu. Mungkin otaknya
sedang sekarat atau kesemutan. Sehingga
sulit untuk dipergunakan secara normal. Atau mungkin dia malah telah kehilangan
otaknya? Entahlah.
Melihatnya menunggu membuatku ingin mengiris hati. Biarlah sakit sekalian. Biar tak setengah-setengah. Biar kepedihan itu sempurna dan tak menemukan kesembuhan. Tak peduli jika kesakitan itu seperti luka bertabur garam. Tak peduli pula jika luka itu seperti sayatan yang tak berujung.
Setiap
malam dia selalu bertemu dengan lelaki yang ia tunggu. Temu yang menampung
mereka adalah do’a tak berkesudahan. Dia pernah bercerita padaku kalau ia
nyaman ketika melafalkan namanya dalam do’a. Sebab dengan itu dia tak menemukan
penolakan. Pun dia dapat memeluknya kapanpun ia mau. Pelukan do’a yang tak
pernah mengenal konsep jarak. Dekat atau jauh tak jadi persoalan. Mungkin itu
konsep menunggu yang selalu ia dewakan.
Ketika
dia tertidur, aku suka melayang membunuh jarak untuk menemui lelaki. Dari pertemuan
sembunyi-sembunyi setiap kali dia terlelap, aku menemukan beberapa kenyataan. Jika
dia mendengar kenyataan itu, mungkin dalam beberapa saat dia akan merenung. Akan
diam dan berpikir, “Apa yang salah denganku?”. Kerap kali itu terjadi dan aku selalu
mengingatkan bahwa tak ada kesalahan yang telah dia perbuat. “Dia lelaki bodoh
nan tolol.” Ucapku kala itu. Bagaimana aku tak menyebutnya lelaki bodoh jika
hampir setiap malam selalu ada wanita yang mengucap namanya, memeluknya lewat
do’a dan dengan mudahnya dia tak memedulikan itu? Bagaimana mungkin dia menanti
bahu yang telah dimiliki lelaki lain padahal di dekatnya sudah ada bahu kosong yang
mau menopangnya? Bodoh, bukan?
Namaku
Sepi. Aku akan tetap di sini. Menemaninya bermalam berselimut do’a untuk lelaki
tolol itu.
duh duh :")
BalasHapusAw menyenntuuuhh
BalasHapushaalloooo. salam kenal ya kamu..
BalasHapushehehe...