Lagi-lagi malam membangkitkan
temu untuk kita melalui seulas surat yang entah sampai kepadamu atau tidak.
Kamu membaca atau tidak, yang terpenting saya mengabadikan ini. Mengabadikan
rindu pada deretan kata yang semoga sedikit menyembuhkan selain sujud yang saya
tunaikan dengan menyematkan namamu.
Bagaimana kabarmu, Tuan? Maaf,
selalu pertanyaan itu yang terlintas dan memenuhi kepala saya. Saya hanya ingin
memastikan kamu baik-baik saja. Masih menjalani hari dengan berkeliling dari
satu kota ke kota lain untuk menyelesaikan pekerjaan yang katamu berat itu.
Tuan, berat atau tidak pekerjaanmu, saya yakin kamu mampu melewati semua ini
dengan baik. Saya yakin kamu mampu menggenapkan keganjilan yang kerap memenuhi
setiap inci otakmu. Saya yakin itu, Tuan.
Sudah membaca surat yang saya
tulis sebelum ini? Belum? Ah, bacalah terlebih dulu, Tuan. Sebab ini seperti
fragmen yang sengaja saya buat untuk membekukanmu. Takutnya ketika kamu membaca
ini, kamu tak memahaminya.
Saya mengagumimu seperti yang
pernah saya tulis sebelumnya. Menghangatkan, sopan, bersahaja, dan sabar. Tapi
ternyata ada banyak hal yang belum saya tulis ketika itu. Ada banyak lekukan
kekosongan yang belum saya penuhi. Dan malam ini, saya ingin memenuhi semua
itu. Berharap keganjilan yang ada menjadi genap. Utuh. Menjadi satu. Tak
terpisah-pisah.
Ah, Tuan. Saya begitu merindukan
perbincangan kita. Tawa kita. Menjelajahi satu kota ke kota yang lain. Mencari
jalan untuk menemukan jalan yang lain. Bisakah kita mengulangi semua itu
kembali?
Bertahanlah di sana, Tuan. Saya
yakin kamu sanggup. Saya yakin kamu mampu. Cukup jalani dengan ikhlas dan
lapang dada. Tuhan tak mungkin menempatkan kamu pada tempat yang keliru. Tuhan
mengertimu, Tuan. Sangat mengertimu.
Sama seperti sebelumnya, saya
ingin sedikit bercerita. Kali ini tentang perpindahan. Perpindahan ternyata tak
cukup mudah, Tuan. Mm, yang saya maksud adalah semua perpindahan. Perpindahan rumah,
pekerjaan, hati, dan lain sebagainya. Kali ini saya mengalami dua karena memang
saya belum bekerja. Beda dengan kamu yang sudah berpenghasilan. Tapi pada
dasarnya perpindahan itu sama. Pindah rumah, pekerjaan, bahkan hati. Kita harus
membereskan hal sebelumnya yang sudah kita atur sedemikian rupa untuk menuju
perpindahan ke rumah baru, hati baru, atau pekerjaan baru. Mereka yang telah
lalu tetap menjadi kenangan yang tak perlu untuk dihapuskan. Sampai di rumah,
pekerjaan, atau pun hati yang baru, harus kita tata ulang. Kita bungkus luka
lama tersebut agar tak infeksi dan merawatnya agar luka dapat sembuh walau pada
akhirnya berbekas. Begitu juga dengan pekerjaan, selesaikan dulu yang sudah
dimulai. Lalu silakan mencari yang baru untuk dimulai lagi, yang sesuai hati,
keinginan, dan tak menyita banyak waktu.
Tuan, pada suatu pagi itu tak
mungkin saya lupakan. Udara yang begitu segar dibalut dengan hangatnya
perbincangan ngalor-ngidul. Pagi yang
akan saya nanti kembali untuk menambahkan kekurangan. Untuk mengalikan yang
telah terbagi.
Sekian untuk surat malam ini,
Tuan.
Berharap kamu membacanya.
Berharap kamu membalasnya.
Tidurlah dengan nyenyak bersama
iringan do’a yang saya nyanyikan untukmu.
Saya akan menunggu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Tinggalkan jejak sesuai cerita diatas. Semoga bermanfaat.
And thanks for your visiting! :)