Laman

Minggu, 13 Oktober 2013

Aku Menyebutnya Romi

Diam-diam. Mencoba berusaha sedikit demi sedikit tanpa tahu rasa malu. Tak memperhatikan bisikan negatif dari orang-orang sekitar yang mulai membekukan telinga. Perlahan, perlahan, dan perlahan. Berjalan pelan namun penuh kepastian. Berusaha terlebih dulu tanpa tahu bagaimana nantinya hasil yang akan didapat.

Aku memang bukan yang terbaik. Tapi aku selalu berusaha berposisi menjadi orang yang terbaik, untukmu. Aku memang tak sempurna, tapi dengan ketidaksempurnaan itu, aku menginginkan kamu dapat menjadi pelengkap dan membuat individu ini bisa dikatakan sebagai seseorang yang sempurna.

Berkali-kali putus asa, tapi masih mencoba untuk bangkit. Karena siapa? Karena kamu.

Tubuhku sering terpaku saat melihatmu. Tak mampu bergerak. Aku hanya mampu menunduk, kemudian menangis. Kapan aku dan kamu bisa menjadi kita?

Sebenarnya kamu begitu dekat. Tapi mengapa sangat sulit untuk digapai? Menyentuhmu saja aku tak kuasa. Apalagi jika harus memelukmu. Melihat. Dari jauh, bukan dari dekat. Seperti itulah yang bisa kulakukan.

“Kenapa menangis? Tahukah kamu bahwa sebenarnya aku seperti kamu? Aku juga sering memperhatikanmu, dari jauh. Dan sekarang aku baru berani untuk mendekat.”


Aku menghambur kearahnya. Memeluknya tanpa berani untuk melepaskan. Tak mau kehilangan dia, Romi.

2 komentar:

Tinggalkan jejak sesuai cerita diatas. Semoga bermanfaat.

And thanks for your visiting! :)