“Gischa begitu baik. Dia manis.
Sederhana tapi daya tariknya tak dapat tertutupi begitu saja,” paparnya penuh
dengan kebahagiaan yang terpancar dari matanya.
Ada kesakitan saat perlahan
kamu membeberkan semua hal tentangnya. Ada kesakitan saat kamu memujanya,
terlebih saat kamu menyebut namanya. Bukan aku tapi Gischa . Mengertikah kamu
dengan rasaku? Mungkin sebaiknya aku memprioritaskan kamu dibanding aku. Sebaiknya
aku mendengarkan segala celotehmu walau bukan tentang aku. Dengan begitu
setidaknya bisa disebut aku selalu ada untuk kamu, walau mungkin belum bisa
disebut kamu ada untuk aku.
Sebisa mungkin aku
membiarkan kesakitan menggerogoti jiwaku, bukan kamu. Biarlah luka tertanam
bahkan tumbuh dengan jelas pada rasa yang sudah lama tumbuh terhadap kamu. Biarlah
kamu bercerita tentangnya, setidaknya dengan itu aku bisa melihat kamu
tersenyum, tertawa, terharu, bahkan memuja perempuan itu. Ya, perempuan yang
ada disana. Bukan disebelahmu. Bukan aku.