“Bagaimana perasaanmu dengannya?”
“Aku tak tahu. Semuanya terlalu
abstrak. Tidak mudah untuk dijelaskan.”
“Tak ada yang rumit jika kamu mau
memulai. Coba ceritakan.”
“Apa yang harus diceritakan? Aku
sendiri tidak tahu harus memulai darimana. Dan akan berakhir bagaimana.”
“Tak perlu kamu tahu akhir
ceritanya. Nikmati saja proses yang sudah diberikan oleh Tuhan untuk kamu.”
“Walau menyakitkan seperti ini?”
“Menyakitkan bagaimana?”
“Semuanya penuh dengan ketidakjelasan.
Aku benar-benar tidak mengetahui sebenarnya ini perasaan apa. Cinta atau
sebatas suka? Atau bahkan tak ada perasaan apapun.”
“Perjelas lagi.”
“Saat dia mulai mendekat, ada rasa
bahagia yang timbul. Saat dia menjauh, ada kesakitan. Terlebih saat dia
‘sepertinya’ membicarakan wanita lain. Yang lebih sempurna tentunya.”
“Dan kamu benar-benar mengharap
kedatangannya saat dia tiba-tiba menghilang?”
“Ya.”
“Kamu cemburu.”
“Apa hakku sehingga aku cemburu?
Terlebih dengan wanita yang tak ku ketahui.”
“Selama kamu masih sendiri dan dia
juga sendiri, wajar saja kalau kamu cemburu. Tak ada yang salah.”
“Lalu aku harus bagaimana?”
“Perjelas lagi perasaanmu. Tapi
menurutku kamu benar-benar jatuh hati dengannya.”
“Tapi di sisi lain, ada perbedaan
diantara kami.”
“Apa itu?”
“Kepercayaan.”
“Semua akan ada jalan keluarnya.
Percaya dengan hal itu. Kamu tak akan merugi jika harus memiliki perasaan itu.
Tapi kamu juga harus siap untuk sakit hati.”
Benar. Setiap orang yang siap untuk
mencintai orang lain, maka dia juga harus siap untuk sakit hati. Harus siap
dengan segala hal, entah hal positif maupun hal negatif. Sesakit itukah
mencintai orang lain?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Tinggalkan jejak sesuai cerita diatas. Semoga bermanfaat.
And thanks for your visiting! :)