“Travel is the only thing you buy that makes you richer.” – Anonymous
Saya sangat setuju dengan quote di atas. Traveling, touring, ataupun backpacker menurut saya tak membuat seseorang menjadi miskin. Tapi malah membuat seseorang menjadi kaya. Sebab pengalaman tak pernah bisa dibeli dengan uang. Kedamaian melihat lukisan Tuhan indah tiada duanya. Lekukan bukit, rimbunnya pepohonan, ombak laut yang bergulung-gulung tak akan pernah bisa dibeli apalagi dibuat oleh manusia.
Desember 2014 kemarin, saya berkesempatan touring ke Pacitan. Baca di sini. Target saya setelah melakukan touring itu, saya ingin kembali ke Pacitan di tahun 2015 sebab saya belum meng-explore Pacitan secara keseluruhan. Tak bermain air laut rasanya tak lengkap. Dan alhamdulillah, Mei 2015 saya kembali lagi ke Pacitan. Lalu, 3 bulan setelah itu saya pun punya keinginan lagi buat melakukan perjalanan. Kali ini saya memilih Tulungagung sebagai tujuan perjalanan selanjutnya.
Saya tak sendiri. Maunya, saya bergabung dengan teman-teman di kelas lain untuk berlibur. Bareng sama cewek cowok kelas lain. Tapi karena sesuatu hal, akhirnya berangkat cuma berempat dan cewek-cewek semua. Oke, bukan masalah. Sebelumnya kami juga sudah memikirkan bagaimana kalau nemu case-case terburuk. Misal, kita gak dapet tumpangan ke pantai. So, harus jalan kaki (?). Tapi alhamdulillah ternyata ada temennya temen yang lagi touring juga dan akhirnya kami gabung sama mereka.
Saya, Niha, Bella, dan Farida. Cewek-cewek yang lagi lesu sebelum ngadepin tugas akhir. Kami berangkat hari kamis, sekitar jam 12.18 WIB dari Stasiun Wonokromo Surabaya dengan tujuan Stasiun Ngadiluwih Kediri dan sampai di sana jam 15.47 WIB menggunakan kereta Dhoho Penataran.
Esoknya, kami melanjutkan perjalanan ke Tulungagung. Tujuan pertama adalah Kedung Tumpang. Salah satu pantai di Tulungagung yang katanya instagramable. Perjalanan dimulai dari jam 08.00 dan sampai di desa Pucanglaban. Berhubung kami memakai mobil, jadi tidak bisa melanjutkan perjalanan sampai di dekat Kedung Tumpang. Kami harus naik ojek motor sejauh 4 km untuk sampai tujuan dengan biaya 15.000. Jalan yang dilalui motor lumayan sulit. Untung saja bapak-bapak ojek tersebut sudah terbiasa. Hasil dari percakapan kami, bapak ojek tersebut kalau beruntung bisa dapat 4 order, itu pun waktu weekend. Tetapi jika kamu ke Kedung Tumpang naik motor, bisa sampai parkir motor yang berada di dekat pantai. Sebenarnya banyak pantai yang ada di desa tersebut. Selain Kedung Tumpang adapula pantai Blumbung dan Pantai Molang. Di dekat Pantai Molang juga ada tambak udang.
Lanjut lagi, yuk. Sesampai di parkiran, kami tak langgsung turun. Kami mencoba menikmati pantai dari atas dengan agak berjalan sedikit ke bagian sisi kanan dari parkiran motor. Setelah itu, baru kami turun. Untuk sampai di pantainya, kami tracking terlebih dulu. Oh ya, saya ke pantai bersama 7 orang yang lain. Selain ada cewek-cewek itu, juga ada teman-teman dari Surabaya dan Kediri yang baru saja kami kenal. Tracking kurang lebih memakan waktu sekitar 20-25 menit. Lumayan lama karena memang kami termasuk pemula dan jalannya pun lumayan curam. Hanya ada tali-tali kecil dan akar-akaran yang bisa kami manfaatkan untuk berpegangan. Kalau tak hati-hati pun bisa terpeleset dan bisa jadi malah terjerembab ke laut. Ah, sungguh melelahkan tapi juga asik! Jangan lupa, guys, sebelum tracking pastikan stamina kamu, ya. Kalau haus atau lapar, di sekitaran parkiran banyak orang berjualan, kok.
Setelah tracking, rasa lelah rasanya hilang ketika kami melihat karang-karang, hamparan laut biru, gradasi langit dan laut yang sangat cantik, juga pecahan ombak. Walau panas, tapi udara di sana sejuk. Panas pun tak menghalangi kami untuk berdiam sejenak dan berdamai pada kehidupan. Menikmati secarik lukisan nyata karya Tuhan. Amat mempesona.
Lebih dari 2 jam kami menghabiskan waktu di sana. Kami amat terlena dengan keelokan Kedung Tumpang dan lupa kalau kami harus melanjutkan perjalanan ke Pantai Coro dan Banyu Mulok. Sebelum pulang, kami juga sempat mengabadikan momen kebersamaan kami, keringaan kami, kebahagiaan kami untuk semua proses yang telah kami lakoni. Sempat tak percaya pula kami berada di sana. Saya kira, kemarin hanya sebuah agenda. Ternyata ini realita!
Namun sangat disayangkan, mereka yang katanya pecinta alam, penyuka gradasi langit dan laut, penikmat alam (masih) tega membuang sampah sembarangan. Hei! Hari gini masih suka nyampah? Udahlah, kalau gitu kamu di rumah aja! Belajar bersih-bersih di rumah. Belajar buang sampah sebelum main ke alam seindah ini.
Miris juga sih sama mereka yang di luar sana yang perilakunya masih seperti itu. Kasian habitat yang ada di laut kalau terpaksa makan sampah mereka.
Oke, guys. Jangan ikuti mereka yang nyampah itu, ya! Gak oke banget! Ah ya, selanjutnya kami harus tracking lagi untuk sampai di atas. Dilanjutkan dengan naik ojek lagi dan pastinya bayar lagi untuk sampai di parkiran mobil. Tapi tenang, guys. Buat kamu yang mau ke Kedung Tumpang gak perlu bayar, kok. Alias masih gratis.
Perjalanan lanjut ke Pantai Coro dan Banyu Mulok. Mau tahu gimana kelanjutannya? Blogwalking terus ke sini, ya! Saya mau ngerjain tugas dulu. Hihi
Saya memang bukan traveler yang pro. Tapi saya ingin membagi dan menyalurkan imajinasi pada kalian. Agar kalian merasakan ketika saya berada di lautan.
Rincian Biaya:
Tiket PP St. Wonokromo - St. Ngadiluwih : 30.000
Ojek PP Parkiran mobil-Kedung Tumpang : 30.000
Parkir mobil : ? (soalnya dibayarin hihi)
Saya tak sendiri. Maunya, saya bergabung dengan teman-teman di kelas lain untuk berlibur. Bareng sama cewek cowok kelas lain. Tapi karena sesuatu hal, akhirnya berangkat cuma berempat dan cewek-cewek semua. Oke, bukan masalah. Sebelumnya kami juga sudah memikirkan bagaimana kalau nemu case-case terburuk. Misal, kita gak dapet tumpangan ke pantai. So, harus jalan kaki (?). Tapi alhamdulillah ternyata ada temennya temen yang lagi touring juga dan akhirnya kami gabung sama mereka.
Saya, Niha, Bella, dan Farida. Cewek-cewek yang lagi lesu sebelum ngadepin tugas akhir. Kami berangkat hari kamis, sekitar jam 12.18 WIB dari Stasiun Wonokromo Surabaya dengan tujuan Stasiun Ngadiluwih Kediri dan sampai di sana jam 15.47 WIB menggunakan kereta Dhoho Penataran.
Esoknya, kami melanjutkan perjalanan ke Tulungagung. Tujuan pertama adalah Kedung Tumpang. Salah satu pantai di Tulungagung yang katanya instagramable. Perjalanan dimulai dari jam 08.00 dan sampai di desa Pucanglaban. Berhubung kami memakai mobil, jadi tidak bisa melanjutkan perjalanan sampai di dekat Kedung Tumpang. Kami harus naik ojek motor sejauh 4 km untuk sampai tujuan dengan biaya 15.000. Jalan yang dilalui motor lumayan sulit. Untung saja bapak-bapak ojek tersebut sudah terbiasa. Hasil dari percakapan kami, bapak ojek tersebut kalau beruntung bisa dapat 4 order, itu pun waktu weekend. Tetapi jika kamu ke Kedung Tumpang naik motor, bisa sampai parkir motor yang berada di dekat pantai. Sebenarnya banyak pantai yang ada di desa tersebut. Selain Kedung Tumpang adapula pantai Blumbung dan Pantai Molang. Di dekat Pantai Molang juga ada tambak udang.
View perbukitan perjalanan ke Kedung Tumpang |
Lanjut lagi, yuk. Sesampai di parkiran, kami tak langgsung turun. Kami mencoba menikmati pantai dari atas dengan agak berjalan sedikit ke bagian sisi kanan dari parkiran motor. Setelah itu, baru kami turun. Untuk sampai di pantainya, kami tracking terlebih dulu. Oh ya, saya ke pantai bersama 7 orang yang lain. Selain ada cewek-cewek itu, juga ada teman-teman dari Surabaya dan Kediri yang baru saja kami kenal. Tracking kurang lebih memakan waktu sekitar 20-25 menit. Lumayan lama karena memang kami termasuk pemula dan jalannya pun lumayan curam. Hanya ada tali-tali kecil dan akar-akaran yang bisa kami manfaatkan untuk berpegangan. Kalau tak hati-hati pun bisa terpeleset dan bisa jadi malah terjerembab ke laut. Ah, sungguh melelahkan tapi juga asik! Jangan lupa, guys, sebelum tracking pastikan stamina kamu, ya. Kalau haus atau lapar, di sekitaran parkiran banyak orang berjualan, kok.
Pantai Molang dan Blumbung |
View dari atas |
View ketika tracking. Lihat! Bawah udah jurang! |
Macem ini tracking kami kemarin |
Setelah tracking, rasa lelah rasanya hilang ketika kami melihat karang-karang, hamparan laut biru, gradasi langit dan laut yang sangat cantik, juga pecahan ombak. Walau panas, tapi udara di sana sejuk. Panas pun tak menghalangi kami untuk berdiam sejenak dan berdamai pada kehidupan. Menikmati secarik lukisan nyata karya Tuhan. Amat mempesona.
Lebih dari 2 jam kami menghabiskan waktu di sana. Kami amat terlena dengan keelokan Kedung Tumpang dan lupa kalau kami harus melanjutkan perjalanan ke Pantai Coro dan Banyu Mulok. Sebelum pulang, kami juga sempat mengabadikan momen kebersamaan kami, keringaan kami, kebahagiaan kami untuk semua proses yang telah kami lakoni. Sempat tak percaya pula kami berada di sana. Saya kira, kemarin hanya sebuah agenda. Ternyata ini realita!
Namun sangat disayangkan, mereka yang katanya pecinta alam, penyuka gradasi langit dan laut, penikmat alam (masih) tega membuang sampah sembarangan. Hei! Hari gini masih suka nyampah? Udahlah, kalau gitu kamu di rumah aja! Belajar bersih-bersih di rumah. Belajar buang sampah sebelum main ke alam seindah ini.
Miris juga sih sama mereka yang di luar sana yang perilakunya masih seperti itu. Kasian habitat yang ada di laut kalau terpaksa makan sampah mereka.
Oke, guys. Jangan ikuti mereka yang nyampah itu, ya! Gak oke banget! Ah ya, selanjutnya kami harus tracking lagi untuk sampai di atas. Dilanjutkan dengan naik ojek lagi dan pastinya bayar lagi untuk sampai di parkiran mobil. Tapi tenang, guys. Buat kamu yang mau ke Kedung Tumpang gak perlu bayar, kok. Alias masih gratis.
Perjalanan lanjut ke Pantai Coro dan Banyu Mulok. Mau tahu gimana kelanjutannya? Blogwalking terus ke sini, ya! Saya mau ngerjain tugas dulu. Hihi
Sedikit tawa dari Banyu Mulok |
Rincian Biaya:
Tiket PP St. Wonokromo - St. Ngadiluwih : 30.000
Ojek PP Parkiran mobil-Kedung Tumpang : 30.000
Parkir mobil : ? (soalnya dibayarin hihi)
Terimakasih atas semua artikel bermanfaat yang sudah anda publikasikan melalui blog yang menarik ini, saya tunggu postingan selanjutnya, have a nice day, kawan :)
BalasHapus