Sumber |
Malam
ini langit tak seperti langit kemarin. Tak seperti pula langit kemarinnya lagi.
Begitu pula seterusnya. Pun awan juga tak seperti kemarin. Hari ini awan
seperti ingin menangis. Menahan pedih, entah dia memikirkan apa. Entah apa yang
dia pendam. Apakah sebenarnya dia ingin menangis? Tapi tak ada bahu sebagai
penyangga?
Malam
ini masih seperti malam kemarin. Sudah lama tak sepaham seperti permulaan
kemarin di bawah keramaian rintik hujan. Malam ini wanita hujan di bawah
kepekatan cahaya langit tertunduk lemah. Kemarin pun juga. Dia pekat seperti
awan. Ingin menangis tapi tak tahu harus menangisi siapa lagi. Untuk apa dia
menangis lagi. Apa guna lelah memikul ribuan tangis yang tak dapat disampaikan?
Kau yang
pernah dibutuhkan sejak hujan beberapa waktu yang lalu sekarang tak (bisa) dibutuhkan
lagi. Tahukah kau? Dia memikul tangis dan rindu yang tak dapat ditumpahkan
kepadamu. Pikulan itu terasa berat saat kamu ternyata tak dapat memikul rindu
bersama-sama lagi. Siapa kamu? Siapa dia? Dia dan kamu sudah tak sama lagi
seperti aroma tanah hujan kemarin sore.
“Dia deket sama cewek lain.”
“Dia deket sama cewek lain.”
“Ah,
kata siapa?”
“Sahabatnya.”
“Aku
gak pengen kamu capek-capek nunggu dia gak jelas gini. Jujur kalau kamu balikan
lagi sama dia, aku ogah.”
“Aku
mutusin dia bukan berarti aku gak sayang dia. Aku di sini tetep jaga hati buat
dia. Tapi kenapa dia malah gini?”
“Bisa
disimpulin kalo dia emang gak sepenuhnya sayang kamu kan?”
“Berguna
gak ya kalo aku jaga hati?” lanjutnya.
Hening…
*****
“Hai.”
Senyum itu masih belum berubah. Begitu
juga dengan mata coklat itu. Perilakunya pun tak berubah. Masih saja menyapa
dengan sikap jahilnya itu. Tapi kenapa keadaan ternyata malah sudah tak sama
lagi?
“Biasa
nglamun ya sekarang? Jalan yuk?”
Jalan?
“Eh,
iya. Sori lagi sibuk nih. Habis gini mau ngampus.
Sori, ya.”
“Asik
aja. Mungkin lain kali kamu bisanya,” ucapnya dengan keyakinan yang tak
seberapa.
Sebenarnya aku tak ingin melewatkan
lembaran hari seperti kemarin yang pernah ku lalui bersamamu. Tapi hati juga
tak bisa berdusta. Aku gak mau terjebak di zona abu-abu. Tapi aku masih
berjanji dengan aku. Aku masih ingin menjaga hati. Tanpa kamu ketahui. Penolakan
itu tak berarti apa-apa dibandingkan hati yang masih ku jaga. Untuk kamu. Mungkin
kamu kembali. Mungkin.
*****
Diam-diam
ada yang tersakiti. Ternyata ada lelaki yang memperhatikan dia dari jauh. Pengagum
yang tak dapat mengungkapkan iri hatinya kepada lelaki hujan itu sebab ternyata
wanita hujan lebih memilih untuk menetap. Bukan berbelok dan mencari teman
untuk berjalan beriringan bersama penikmat pantai ini.
“Miris.
Nungguin dia yang ternyata malah nunggu kekasih lamanya buat kembali.”
“Berusaha
sajalah. Kasih waktumu buat dia. Lelaki itu gak bakal bisa ngasih waktu lagi
buat dia. Kasih apa yang bisa kamu kasih tapi yang gak bisa dikasih sama lelaki
itu. Saat ini.”
*****
“Hari
ini dia ada reuni sekolah. Dan ternyata dia sama lelaki itu. Ngabisin waktu
berdua.”
“Berdua?
Reuni sekolah apa reuni mantan tuh?” ucapnya berusaha mencairkan suasana pekat.
“Lagi
gak mood becanda nih. Bantuin napa biar gak badmood gini.”
“Bisa
galau juga ternyata. Udah gak gengsi lagi boy?”
“Garang-garang
gini aku juga manusia, lho.”
“Iya.
Percaya. Percaya….” Suara tawanya begitu deras membuat lelaki pantai menahan
malu sekaligus tawa yang ingin dia tahan tapi ternyata pecah seketika.
“Dih,
ketawa juga akhirnya. Hahahaha.”
“Berhasil
kan caraku buat bikin kamu gak jutek lagi?” lanjutnya.
Malam
ini lelaki penikmat pantai dan wanita penggila senja kembali menelanjangi kerlipan
lampu jalan berdua ditemani kesunyian di pojok café. Kebiasaan mereka saat
salah satu diantara mereka dalam suasana hati yang tak lazim.
Diam-diam
juga ada yang berharap. Tapi tak bisa bertindak. Hanya berusaha membahagiakan
seseorang yang ingin dia bahagiakan. Pewarna hidup yang mengolesi barisan tawa
dan sakitnya dengan kepedihan lukisan cerita cinta.
*****
“Waktuku
udah aku kasih ke dia. Tapi gak ada apresiasi lebih dari aku dan buat aku. Masih
ada kekosongan padahal aku udah berusaha buat dia bahagia. Buat dia ketawa. Tapi
apa?”
“……”
“Dia
ketawa tapi enggak dengan aku. Kamu tahu? Tawaku ternyata kamu.”
“…….”
“Wanita
penggila senja, izinkan aku menemanimu menikmati senja bersama. Ternyata orang
yang selama ini ku cari adalah dia yang selalu meluangkan senja dan hujannya
buatku. Teman minum kopi di pojok café ditemani keremangan cahaya malam.”
Penggila
senja tersenyum. Orang yang ingin dia bahagiakan ternyata memang bahagia
olehnya. Dan lelaki pantai juga mampu membahagiakannya.
*****
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Tinggalkan jejak sesuai cerita diatas. Semoga bermanfaat.
And thanks for your visiting! :)