Saat
kamu bergerak diantara puluhan orang, dengan mudah saya dapat mengenali kamu. Mata
saya selalu tertarik ke arahmu. Menginginkan untuk menatapmu. Padahal, baru
pertama kali semesta mempertemukan kita. Semudah itukah saya mengenali kamu
dalam jarak yang sedemikian jauhnya? Tak hanya dari kejauhan tetapi juga diantara
kegelapan dan keramaian. Setiap gerakan kecil yang kamu ciptakan adalah magnet
untuk saya. Tarik-menarik.
Saya
selalu merindukan senyumanmu. Senyumanmu adalah obat saat saya merasa sakit. Adalah
kekuatan magis yang dapat membangkitkan semangat saya. Adalah keramaian saat
saya merasa sepi. Adalah senja, menenangkan. Adalah angin yang dapat membuat
saya merasa nyaman. Sebuah kesejukan. Begitu berarti. Senyuman. Hanya hal
sederhana, hal kecil yang dapat dilakukan semua orang namun dapat berharga
untuk orang lain. Seperti senyumanmu untuk penikmatnya. Dan saya adalah adalah
salah satu dari mereka.
Kamu,
bagaikan tetesan hujan yang mendatangkan kesejukan bagi bumi. Menghapus harapan
palsu yang sulit tercipta. Mendamaikan hati yang sedang pilu. Menyembuhkan luka
yang sudah lama terendapkan di hati.
Sekitar
dua tahun kita saling mengenal. Dan dua tahun pula kita belum saling menyapa
secara langsung. Namun saya tetap bersyukur karena setidaknya Tuhan
menggariskan kita dalam sebuah percakapan di ‘dunia lain’ dan menggariskan kita
dalam sebuah pertemuan, petang itu. Sayangnya disana juga masih belum tercipta sebuah
sapaan, untuk kamu dari saya ataupun untuk saya dari kamu.
Tahukah
kamu, saya memperhatikan kamu dari jauh. Apa kamu melakukan hal serupa untuk
saya?
Inikah
cinta?
Saya
selalu menanti moment yang diciptakan Tuhan. Saya menyukai kejutan dari Tuhan. Kejutan
dari-Nya tak mungkin bisa ditebak. Saya ingin memenangkan hatimu walau belum terealisasi
untuk saat ini. Dan pertanyaan yang selalu ada dalam pikiran saya adalah “Apakah
saya bisa?”. Saya harus bisa! Harus!
Kamu
memang tak memberikan saya sebuah pengharapan. Namun saya menantikan itu. Sebentar.
Mungkin lebih tepatnya saya menantikan sebuah keajaiban, yang dapat
mempertemukan kita, yang dapat menegur kita.
Pertanyaan
saya berikutnya, yang saya tujukan untuk diri saya. “Apa yang harus saya
lakukan?”. Apalagi jika bukan menanti? Ya, saya hanya bisa menanti. Menanti kamu
dan juga keajaiban. Serta menanti kejutan dari-Nya.
Saya
tak ingin membagi penantian ini. Seperti tan yang didapat dari pembagian antara
sin dan cos. Bukan. Bukan itu. Saya tak ingin seperti mereka. Saya hanya ingin
menjadi tan sejati, sin sejati, atau cos sejati. Sesederhana itu. Saya hanya ingin membuat penantian yang sederhana.
Dengan begitu saya tak akan menyakiti diri saya atau tak membuat orang terdekat
saya merasa khawatir.
Sebuah
penantian yang sangat ingin saya nikmati sendiri. Dengan begitu saya dapat
mengenangmu jauh lebih dalam dan jauh lebih lama dari semula. Saya menikmati
keadaan seperti ini.
Buka
mata kamu. Saya memperhatikanmu dari jauh. Tanpa kamu ketahui.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Tinggalkan jejak sesuai cerita diatas. Semoga bermanfaat.
And thanks for your visiting! :)