Hai. Selamat gini hari. Gak kerasa, ya, ternyata 2014 udah abis. Dan buat menutup 2014 dengan manis, saya mencoba ngelakuin hal baru yang belum pernah saya lakuin. Apa itu?
Touring.
Saya menyebutnya manis sebab saya tak pernah melakukan sebelumnya. Selain itu melakukan ini bukan dengan mereka-mereka (TELKOM, SKI 2014, atau EBC).
Perjalanan ini dimulai hari jum'at tanggal 26 Desember 2014. Berangkat dari rumah, kemudian saya berlanjut ke Terminal Bungurasih, Sidoarjo. Ah, terminal. Kamu tahu? Baru kali ini saya naik bus sendirian dan untuk perjalanan yang cukup jauh pula. Ha ha. Terkadang lucu juga, umur sudah menginjak 21 tahun tapi naik bus sendirian belum pernah saya lakukan. Dan, yeay! Tahun 2014 saya bisa melakukan itu. Ha ha ha.
Oke, cukup. Lupakan naik bus sendirian di umur yang sudah menua seperti ini. Ah, cukup memalukan untuk saya melakukan kejujuran yang seperti itu. Ha ha.
Menunggu dari jam 07.00, akhirnya saya baru mendapat bus Panda jam 08.15. Sengaja saya memilih bus itu padahal bus lain tujuan Madiun sebenarnya amat banyak. Mengapa? Karena saya ingin menikmati semua perjalanan ini. Walaupun terkadang menunggu itu menjemukan bagi sebagian orang.
Sekitar jam 08.30, bus mulai meninggalkan pangkalan. Perjalanan cukup melelahkan pun dimulai. Macet bukan hal baru lagi di hari libur seperti ini. Yang bisa dilakukan di bus hanya duduk, duduk, dan duduk. Beruntunglah karena tak berdiri. Akhirnya jam 13.00 sampailah di Kota Madiun. Hampir 5 jam dihabiskan untuk perjalanan ini, padahal normal perjalanan Surabaya-Madiun sekitar 3-4 jam saja.
Sampai di sana, mampir bentar mendamaikan perut yang keroncongan dan menghabiskan senja di rumah saja. Malamnya, barulah menjelajah Kota Madiun. Saya suka malam, udara malam, dan sejenisnya itu. Sehingga saya tak mau menyia-nyiakan kesempatan manis itu. Mencoba angkringan yang ada, salah satunya. Selesai itu saya mengistirahatkan badan sebab esok harus menempuh perjalanan lagi ke Pacitan dan Ponorogo.
Sabtu, 27 Desember 2014
Kami memulai perjalanan jam 7 pagi dari Metesih, Jiwan, Madiun. Pacitan adalah tujuan utama kami, tepatnya pantai Klayar. Janji sudah kami susun dengan rapih, yaitu bertemu dengan beberapa teman kuliah di pantai yang berdekatan dengan Wonogiri, Jawa Tengah.
|
Matahari jam 7 pagi. Perjalanan dimulai |
Perjalanan dari Ponorogo ke Pacitan lumayan berkelok-kelok terlebih ketika memasuki daerah Slahung, Ponorogo yang berbatasan langsung dengan Pacitan.
|
Jalanan kawasan Slahung, Ponorogo |
|
Pemandangan di kanan kiri jalan |
|
Jembatan penghubung Ponorogo-Pacitan yang masih diperbaiki hingga saat itu (28/12) |
|
Jembatan darurat di perbatasan |
|
Hijaunya pemandangan di sisi kiri-kanan |
Walaupun perjalanan di perbatasan cukup melelahkan dan terkadang membuat sedikit ngeri, tapi pemandangan di kiri-kanan jalan agak mengobati. Pohon-pohon hijau, rerumputan, sungai, batu-batuan, gunung-gunung semuanya tertata dengan apik.
Sekitar jam 09.10 WIB kami sampai di kota Pacitan. Masih terlalu pagi untuk ke Klayar sehingga kami memanfaatkan waktu untuk jalan-jalan sejenak ke JLS (Jalur Lintas Selatan). Sekitar 30 menit dari kota kami sampai di tujuan kami. Laut yang berbatasan langsung dengan jalan raya. Barisan pantai menghiasi perjalanan kami. Pantai Pidakan, Pantai Soge, dan berbagai pantai lain. Katanya, juga ada ubur-ubur yang berdiam di pantai itu.
|
Lihat ke atas, ada laut :))) |
|
Narsis sebentar di perjalanan |
Jalanan di JLS ini begitu lancar. Walaupun sedikit berkelok-kelok, tapi pemandangan tetap apik. Bahkan lebih apik dibanding perjalanan memasuki daerah pacitan. Terkadang kamu akan melihat laut yang seperti di atasmu akan tumpah. Begitu cantik dan biru. Subhanallah.
|
Pertemuan air sungai dan air laut |
|
Tujuan kami, laut yang berbatasan dengan jalan raya |
Subhanallah. Lukisan indah Tuhan memang gak ada duanya. Atap langit biru dan tikar berupa laut biru. Begitu memanjakan mata dan tak membuat bosan. Alhamdulillah saya berkesempatan ke sana. Walau hanya sejenak tapi patut disyukuri bukan? Jam menunjukkan sekitar jam 10 pagi. Kami melanjutkan perjalanan. Kembali lagi ke Kota, berkeliling sebentar ke SMA mantan presiden Susilo Bambang Yudhoyono, SMAN 1 Pacitan dan mengisi perut sebentar dengan bakso di sekitaran sekolah mantan orang nomor 1 di Indonesia.
Oh ya, kalau ingin touring ke sini dan musim hujan, jangan enggan untuk membawa jas hujan bahkan memakainya jika gerimis mulai datang. Sebab hujan bisa datang kapan saja. Sekitar jam 11 kami melanjutkan ke tujuan awal kami, Pantai Klayar. Baru beberapa kilometer berjalan, hujan sudah menyapa kami. Hingga siang hari ternyata hujan tak menunjukkan akan reda. Sampai di kawasan Klayar di desa setempat, hujan malah semakin deras. Maju, maju, dan maju. Ternyata puluhan mobil dan puluhan motor memenuhi jalan ke pantai yang katanya indah itu. Ratusan orang mungkin memenuhi desa setempat. Kami sudah mencoba bergerak maju tapi ternyata terlihat begitu sulit. Akhirnya kami memutuskan untuk kembali dan memilih melanjutkan perjalanan ke Ponorogo.
Ketika liburan datang, coba pikirkan dua kali untuk pergi ke tempat itu. Sebab pantai akan begitu ramai. Karena hujan pula, langit biru tak akan diabadikan di kameramu.
Dari jam 11 sampai jam 4 sore kami berdua kehujanan. Sudah turun ke daerah Balong, Ponorogo, hujan ternyata masih mengguyur. Perjalanan yang begitu melelahkan. Hasil yang didapat pun tak seberapa. Tapi mungkin beginilah caranya agar nanti saya dapat kembali lagi ke bumi 1001 goa dan pantai itu.
Jam 5 sore di desa Coper, Ponorogo ternyata belum hujan. Mampir sebentar untuk membeli gule dan sate kambing yang sudah lama tak saya coba. Kemudian melanjutkan perjalanan lagi ke desa Ngindeng, Sawoo, Ponorogo. Tempat tinggal masa kecil saya sejak lahir hingga 12 tahun kemudian. Begitu banyak kenangan di sana. Sudah lama juga saya tak pulang sehingga amat merindukan rumah yang berada di kaki gunung Bayang Kaki.
|
Di kaki gunung itulah rumah masa kecil saya |
|
Persinggahan saya selama 12 tahun |
Perjalanan panjang hari itu bukan tak manis. Walau tak mendapat pantai tujuan kami, paling tidak saya bisa kembali pulang. Ke rumah yang sempat menaungi saya dari panas dan hujan. Teh hangat di sore hari bersama keluarga di Ponorogo cukup membuat rindu akan rumah masa kecil terobati. Sholat maghrib berjamaah dengan warga sekitar pun mampu membuat lipatan rindu yang tertutup, kembali terbuka. Di masjid depan rumah kami, saya sempat menghabiskan waktu di sana bersama almarhumah ibu. Sholat jamaah, sholat id, bercengkrama setiap harinya pernah kami lakukan. Tempat kelahiran saya dan ibu saya yang tak akan pernah saya lupakan. Di sana, saya menemukan obat kerinduan yang lain. Serasa dipeluk kembali olehnya.
Ibu, saya kembali ke rumah. Bedanya, kemarin saya tak pulang bersamamu. Tak akan pernah lagi.
Jam 7 pagi kami kembali ke Kota Madiun. Sebelum itu, kami berkeliling dulu di Ponorogo bagian kota. Menikmati daerah sekitar dengan menikmati angkringan ditemani hujan. Lagi. Menghabiskan malam dengan berkeliling di tengah kota. Sama seperti yang saya lakukan ketika di Surabaya. Entahlah, rasanya beban sedikit menghilang ketika melihat kendaraan berseliweran dan menikmati malam di suatu kota.
Esoknya sekitar jam 10 pagi saya berpamitan untuk pulang. Tapi sebelum itu, kami mencoba untuk berjalan-jalan lagi, yaitu ke Magetan. Lumayanlah. Sudah lama saya tak pulang jadi kesempatan itu digunakan sebaik mungkin walau hanya sebentar. Tujuan kami adalah Telaga Sarangan. Sudah puluhan tahun saya tak ke sana. Dan hawanya pun tetap sejuk. Sangat sejuk bahkan terbilang dapat membuat badan menggigil ketika musim hujan.
Surabaya - Madiun - Pacitan - Ponorogo - Madiun - Magetan - Surabaya
Alhamdulillah. Perjalanan yang cukup melelahkan namun begitu menyenangkan. Semoga tahun ini dapat kembali lagi. Menghabiskan waktu sehari di pantai Pacitan yang kemarin belum terlaksana.
Big thanks to bapak sama mas yang udah nge-sponsorin perjalanan asik ini. :)))
Saya akan kembali buat kamu, hei pantai di Pacitan! :)
Hey you! :D
BalasHapusHai, Moniiiiik! :D
HapusCantik banget, Bes :D Bukan kamunya :p
BalasHapusiya, hap. pemandangannya yg bagus plus aku :p
Hapus