I found here |
Hai, kamu, seseorang yang sempat
mengisi hati beberapa waktu yang lalu. Aku hanya sekedar ingin mengetahui
bagaimana kabarmu. Baik di sana?
Masih ingat hal-hal yang terjadi
satu tahun yang lalu? Akankah kamu mengingatknya seperti halnya aku mengingat
kejadian kala itu?
Mungkin cerita ini bermula dari
tempat kami mencari kenyamanan baru di kampus. Tresno jalaran soko kulino? Kedengarannya memang benar seperti itu.
Semua bermula dari kebiasaan.
Ketika tenggelam dalam sendu, kamu
datang untuk menghapus segalanya yang entah bermula dari mana. Kamu membawa
senyum yang dapat menghapus segala duka. Kamu membawa damai dalam kalutnya
cerita. Hingga pada akhirnya kenyamanan itu mulai timbul. Mencari ketika kamu
tiba-tiba menghilang tak ada kabar. Ketika bertemu, malu-malu menanyakan “Kamu ke mana aja kok gak ada kabar?”
Hei, apa kalian pernah merasakan
apa yang pernah aku rasakan? Kamu akan tersenyum ketika dia menyapamu? Pasti.
Kamu akan bahagia sekedar mendapat sapa “Hei”
lewat SMS? Benar bukan? Diam-diam dari jauh kamu mengamati dia walau sekedar
ingin melihat dia lewat depan kelasmu bukan? Mulanya pasti seperti itu. Yang
tertulis dalam cerita hanya bahagia, bahagia, dan bahagia tanpa berkesudahan. Segalanya
berjalan lancar. Hubungan yang baik diselimuti dengan komunikasi yang baik. Hingga kemudian kebahagian yang sempat
tertulis di cerita perlahan-lahan mulai berubah. Sedikit-sedikit, suka mulai
menjadi duka. Duka menjadi lara. Tapi bukan berarti sama sekali tak ada
kebahagiaan yang menyelimuti hati.
Komunikasi itu penting. Setuju dengan kalimat kecil itu?
Tanpa komunikasi, hubungan yang dijalani tak akan pernah menjadi baik.
Sebaik-baiknya hubungan tapi jika tak ada komunikasi yang baik, tak akan
membuahkan hasil yang baik pula walau sudah ada kepercayaan diantara satu
dengan yang lainnya.
Hingga pada akhirnya, akan
menumbuhkan pertengkaran-pertengkaran kecil yang seharusnya tidak terjadi.
Tidak terjadi jika terjalin komunikasi yang baik diantara keduanya. Ah, mungkin
aku yang salah. Mungkin aku yang terlalu seperti anak kecil, yang mencarimu
ketika menghilang. Marah tak jelas ketika dua hari tak ada kabar. Wajar bukan?
Positif thinking. Hanya itu yang
mampu aku terapkan. Aku belajar satu hal di sini.
Berjalan. Berjalan. Berjalan.
Begitu banyak kenangan yang kamu tumbuhkan. Dari satu tempat ke tempat yang
lain. Memiliki kenangan tersendiri. Selalu mengingat ketika melewati
tempat-tempat itu. “Aku pernah di sini
sama kamu.” “Aku pernah makan di sini sama kamu.” “Aku pernah menghabiskan
waktu berdua di sini sama kamu.”
Beberapa kota kecil di Jawa Timur,
Bandung, dan Jogjakarta. Cerita kami pernah tertulis di sana dengan manis.
Perjalanan-perjalanan itu akan selalu menjadi kenangan yang tak akan
terlupakan. Hujan pun tak mampu menghapus kenangan-kenangan itu. Hujan malah
mengabadikan mereka.
Mungkinkah aku terlalu berharap
pada kamu? Pada hubungan kita yang entah mengharapkan kita untuk bersama atau
tidak? Padahal aku tahu, perkenalan selalu diakhiri dengan perpisahan. Mereka
bersanding berdua tanpa bisa dipisahkan. Tanpa bisa dihapuskan satu diantara
keduanya. Lalu mengapa aku mendekati perkenalan itu yang menyebabkan
perpisahan?
Hal yang aku takutkan terjadi.
Perpisahan itu datang tanpa mau dicegah. Datang dengan alasan “aku tak mau membuatmu sakit (lagi)”. Lalu
aku bisa apa? Mencoba merakit kembali patahan-patahan yang telah tercecer? Tak
mungkin jika aku meraciknya seorang diri. Sebab yang melalui hubungan ini
adalah kita. Bukan aku atau kamu.
Lama tidaknya hubungan tidak ada
korelasinya pada lama tidaknya kamu akan berpindah. Ternyata mereka tidak
saling berkaitan. Ketika kamu nyaman dengan yang satu, pasti kamu akan mempertahankan
kenyamanan itu. Tapi jika ternyata kenyamanan itu tak mau lagi beradu pandang
denganmu, terpaksa kamu harus berpindah.
Sekedar mengingatmu.
Walau saat ini semua tinggal
cerita, tapi aku masih mengingatnya. Mengingat setiap lekukan cerita di berbagai
tempat yang menyimpan kenangan kita, berdua. Makan berdua kita di berbagai
sudut sekitaran kampus, tawamu ketika menggendong adik-adik kecil itu,
kepanikanmu ketika aku jatuh sakit, perbincangan kita mengenai senja manis di
Jogja, cara matamu memandang yang menenangkan, caramu menghibur dengan selarik
lagu, dewasamu yang timbul terlebih ketika kondisi kalutku terjadi, kawanan
ombak yang menghiasi tawa kita di pantai, perjalanan kecil di sudut kota
Bandung, kenangan yang tak akan pernah terhapus di kota yang sangat ku
rindukan; Jogjakarta.
Aku masih mengingat semua itu
dengan baik. Sampai saat itu.
Aku pernah mengingatnya. Mengingat
dengan jelas. Sebab kamu pernah menjadi bagian termanis dalam kehidupanku
menuju kesempurnaan. Beberapa waktu yang lalu. Walaupun aku mengingatnya, bukan
berarti aku masih berdiri bertahan, sendirian. Aku juga ingin mencari
bahagiaku. Sebagaimana kamu juga (mungkin) telah menemukan bahagiamu.
Tuhan
Terima kasih telah mempertemukan kami dengan tulisan manisMu
Karenanya aku sempat merasakan suka
Walau setelahnya ternyata aku merasakan duka
Tapi aku bersyukur,
setidaknya aku pernah memperjuangkannya
Sekarang
aku percaya, semuanya telah berakhir. Bahagialah kamu dengan bahagiamu. Aku juga pasti akan bahagia dengan bahagiaku.
Terima
kasih pernah menuliskan cerita indah dan berkesan dalam perjalanan hidupku.
Selamat tinggal, beberapa bulan yang sangat manis.
Dari aku
yang sempat tertatih untuk mengikhlaskanmu
- 12 November 2014
Oala bes,masi ada serpihan serpihan kenangan yg g bisa hilang rupanya :D
BalasHapussampe nangis baca ini artikel :P
haha alhamdulillah bisa bikin orang nangis :D
Hapus