Sumber |
Hai, Tuan. Bagaimana kabarmu di sana? Baik-baik saja
bukan? Sejauh mana kamu berjalan hingga dentingan jam saat ini, Tuan? Ah, ya, dengan
siapa kamu berjalan sejauh ini, Tuan? Berdua atau seorang diri?
Tuan, kamu pasti ingat dengan cerita-cerita kita di
kala itu. Di berbagai sudut kota, berbagai suasana, juga berbagai kondisi
merekam tawa dan tangis kita berdua. Mereka mengabadikan kita tanpa
sepengetahuan kita, Tuan. Pun denganku, aku juga merekam jejak dan cerita diantara
kita berdua. Bahkan hingga detik ini rekaman demi rekaman itu masih teramat
jelas di pemutar otakku. Ah, aku juga mengabadikan rekaman yang telah ada. Apa
kamu tahu itu, Tuan penyuka sepak bola?
Sudah hampir 1 tahun sejak terakhir kamu merelakan bahumu
untuk menanggung semua bebanku. Meluangkan waktu berdua untuk mengisi
kekosongan yang dulu sempat terlahir kemudian menghilang karena hadirnya kamu
untukku dan aku untukmu. Kamu ingat, Tuan? Cerita yang begitu sebentar. Hanya 2
bulan. Walau hanya 2 bulan tapi begitu membekas hingga berbulan-bulan bahkan
hampir setahun. Apa ini yang dinamakan kesetiaan, Tuan? Bagaimana menurutmu?
Tuan, selama ini aku berjalan di bawah terik matahari,
di bawah lembayung senja, dan juga cahaya bulan seorang diri. Tanpa teman dan
tak ada lagi bahu seperti yang sempat kamu berikan untukku. Tak ada lagi tangan
yang merengkuhku ketika aku benar-benar lelah dan tak sanggup lagi untuk berjalan.
Tak ada lagi teman yang bisa mengusap tangisku.
Tuan, kala ini, aku ingin menuliskan semua kerinduanku
terhadapmu. Aku tak kuasa memikul kerinduan sebanyak ini. Aku terseok-seok jika
harus membawa beban yang bergunung-gunung ini. Setidaknya dengan menuliskan,
beban ini dapat berkurang bersamaan dengan rintikan air yang perlahan menetes
di kala ini.
1. Aku merindukan
senyummu
2. Aku merindukan
tawa dengan gigi putihmu
3. Aku merindukan
raut wajah “sok”mu
4. Aku merindukan
rengkuhanmu
5. Aku merindukan
kita makan berdua
6. Aku merindukan
candaanmu
7. Aku merindukan
cuekmu
8. Aku merindukan
berkeliling kota berdua
9. Aku merindukan
kita pergi ke luar kota berdua
10. Aku merindukan
dewasamu
11. Aku merindukan
petikan gitarmu
12. Aku merindukan
melihatmu bermain basket
13. Aku merindukan
melihatmu bermain futsal
14. Aku merindukan
kamu yang mengajariku berbagai mata kuliah
15. Aku merindukan
kamu menungguku menikmati hobiku
16. Aku merindukan
wangi tubuhmu
17. Aku merindukan
wangi parfummu
18. Aku merindukan
melihatmu memakai kemeja hitam. Begitu kontras dengan wajah putihmu
19. Aku merindukan
sapa pagimu
20. Aku merindukan
sapa “Selamat istirahat” darimu
21. Aku merindukan
sorot mata tenangmu
22. Aku merindukan
kekhawatiranmu terlebih ketika aku sakit
23. Aku merindukan
sifat manjamu
24. Aku merindukan
melihatmu memangku anak-anak kecil
25. Aku merindukan
melihatmu melalui bidikan kameraku
26. Aku merindukan
cara berjalanmu
27. Aku merindukan
marahmu
28. Aku merindukan
hal-hal konyol yang kamu ciptakan
29. Aku merindukan
kita mendengar lagu berdua
30. Aku merindukan
semua hal termasuk yang tidak ku tulis di atas
Begitu banyak
daftar kerinduanku terhadapmu, Tuan. Apa kamu bosan membacanya? Aku tak bosan
memikul rindu sebanyak itu, Tuan. Aku sudah mengalami ini hampir setahun bersamaan
dengan menjauhnya kamu ke arah jalan yang berbeda.
Rasa memilikilah yang
akhirnya membuat kita harus terpisah. Jadi tidak salah kan jika selama ini aku
masih memikul kerinduan terhadapmu, Tuan? Selalu ada namamu yang terselip dalam
setiap do’aku, Tuan. Jangan pernah melupakan cerita lama diantara kita. Semoga kamu
tak merasakan pedih seperti yang ku rasakan. Terima kasih, Tuan, hingga detik
ini aku masih mampu mengenangmu.
wah,bagus nih mbak tulisannya... udah pernah bikin buku? coba dibukukan mungkin lebih bermanfaat
BalasHapussetuju mas.. tulisannya bagus untuk dibukukan..
HapusBelum pernah, Mas. Terima kasih untuk sarannya, Mas. :)
HapusSenyum Syukur : Aamiin terima kasih. :)
HapusTuan L, semoga kamu membacanya :" :P
BalasHapusSemoga kamu membaca, ya, Happy. :D
Hapus